Papua Tengah.News – Di tengah upaya nasional menstabilkan inflasi dan mempercepat pemulihan ekonomi, satu provinsi justru menjadi sorotan tajam: Papua Tengah. Bukan karena prestasi belanja anggaran, melainkan karena ironi besar yang mengejutkan. Pendapatan tinggi—tapi belanja publik hanya 9 persen.
Dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah yang digelar Kementerian Dalam Negeri, Menteri Tito Karnavian menyampaikan kritik pedas dan blak-blakan terhadap kinerja keuangan Pemerintah Provinsi Papua Tengah. Di hadapan para kepala daerah, Tito tak segan menyuarakan kekecewaannya secara terbuka.
Papua Tengah tercatat sebagai daerah dengan realisasi pendapatan tertinggi se-Indonesia hingga Mei 2025—mencapai 48 persen dari target APBD tahunan. Namun di balik angka fantastis itu, realisasi belanja publik justru terseok-seok, hanya menyentuh 9 persen. Artinya, hampir seluruh dana yang berhasil dikumpulkan, dibiarkan mengendap di bank tanpa gerakan berarti.
“Papua Tengah ini pendapatannya hampir 50 persen, luar biasa. Tapi yang menyedihkan adalah, belanjanya baru 9 persen. Artinya uang disimpan, tidak menggerakkan ekonomi daerah,” kata Tito dengan ekspresi serius.
Teguran Terbuka untuk Gubernur Meki Nawipa
Tak hanya membacakan angka, Tito langsung menyorot Gubernur Papua Tengah, Meki Nawipa, dalam forum tersebut. Ia menegaskan bahwa dengan latar belakang sebagai mantan bupati dan lulusan luar negeri, publik pantas berharap lebih dari Nawipa dalam hal pengelolaan keuangan publik.
“Saya tahu Pak Meki orang cerdas, sekolah di luar negeri, pengalaman juga ada. Tapi kalau bulan Mei saja belanjanya baru 9 persen, bagaimana ekonomi mau tumbuh? Jangan hanya pintar kumpulkan uang, tapi lupa belanjakan untuk rakyat,” ujarnya tajam.
Tito menekankan bahwa rendahnya belanja daerah bukan sekadar persoalan administratif, tapi berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi, menciptakan pengangguran, dan memperburuk kemiskinan serta stunting. Belanja pemerintah adalah sumbu pertumbuhan daerah. Tanpanya, masyarakat tetap terjebak dalam kesulitan ekonomi meski uang ada di kas daerah.
“Kalau daerah diam, rakyat makin terjepit. Ekonomi bisa mundur. Yang miskin makin miskin. Angka stunting tak berubah. Ini bukan soal laporan bagus di atas kertas, tapi realita di lapangan,” tegasnya.
Inflasi Rendah Tak Cukup, Pertumbuhan Ekonomi Harus Digenjot
Dalam forum yang sama, Tito juga menyampaikan bahwa stabilitas harga (inflasi rendah) memang penting, namun tanpa pertumbuhan ekonomi, pembangunan menjadi ilusi. Daerah harus mengejar dua target utama: harga yang terkendali dan ekonomi yang bergerak.
“Kalau harga murah tapi ekonomi tidak jalan, itu tandanya pembangunan macet. Uang rakyat jangan cuma diam, harus kembali dalam bentuk program yang terasa manfaatnya.”
Meski ditujukan kepada Papua Tengah, pesan Tito adalah peringatan untuk semua daerah. Pemerintah pusat melalui Kemendagri meminta agar kepala daerah tidak hanya fokus pada capaian pendapatan, tapi juga memastikan belanja publik berjalan cepat, tepat, dan berdampak langsung.
Kritik keras Tito Karnavian terhadap Papua Tengah adalah cermin besar bagi seluruh Indonesia. Keberhasilan pembangunan tak bisa hanya dinilai dari saldo rekening daerah, tapi dari seberapa besar uang rakyat digunakan untuk membangun jalan, rumah sakit, pendidikan, pangan, dan membuka lapangan kerja. Jika uang hanya ditumpuk, rakyat tidak akan pernah merasakan hasilnya.