Papua Tengah.News – Kekejaman Kelompok Kriminal Bersenjata di Papua atau KKB Papua kembali memakan korban jiwa.
Korbannya kali ini adalah Mama Hertina, seorang wanita lanjut usia yang mengalami gangguan jiwa atau ODGJ.
Dia ditemukan tewas tertembak di Kampung Dugusiga, Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah.
Menurut Kapuspen TNI Mayjen Kristomei Sianturi, pembunuhan tersebut dilakukan oleh kelompok bersenjata yang tergabung dalam Organisasi Papua Merdeka (OPM).
OPM tersebut cpimpinan Daniel Aibon Kogoya.
Tragisnya, KKB Papua itu menuduh Mama Hertina sebagai mata-mata TNI sebelum mengeksekusinya secara keji.
“Berdasarkan keterangan saksi, Mama Hertina adalah perempuan lanjut usia yang mengalami gangguan jiwa. Ia terakhir terlihat hidup pada 15 Mei 2025 setelah mengungsi ke Kampung Mamba Bawah karena ancaman kelompok bersenjata. Saat hendak kembali ke kampung asalnya, ia dicegat dan ditembak,” kata Kristomei dalam pernyataan resminya, Selasa (27/5/2025).
Mayjen Kristomei Sianturi menambahkan, jasad Mama Hertina telah dimakamkan secara adat oleh warga setempat pada hari yang sama saat ditemukan.
Tuduhan dan Hoaks: TNI Jadi Kambing Hitam
Mayjen Kristomei menegaskan, tidak ada keterlibatan aparat TNI dalam kasus ini.
Narasi yang beredar di media sosial bahwa TNI membunuh warga sipil, disebutnya sebagai hoaks yang sengaja diproduksi untuk membentuk opini sesat.
“Faktanya, sejak 15 Mei 2025, seluruh pasukan TNI sudah ditarik dari Kampung Sugapa Lama atas permintaan Bupati dan tokoh masyarakat. TNI tidak berada di lokasi saat peristiwa terjadi,” tegasnya.
Ia menilai penyebaran fitnah seperti ini merupakan strategi KKB Papua untuk menciptakan ketegangan dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap aparat keamanan.
Ajakan untuk Tidak Terprovokasi
TNI mengimbau masyarakat agar tidak mudah percaya terhadap informasi menyesatkan yang beredar, khususnya yang berkaitan dengan konflik bersenjata di Papua.
“Kami mengajak masyarakat untuk memverifikasi setiap informasi sebelum menyebarkannya. Jangan mudah terprovokasi narasi yang sengaja dihembuskan untuk memecah belah masyarakat dan aparat negara,” ujar Kristomei.
Teror KKB Papua Tak Pandang Korban
Kasus pembunuhan terhadap Mama Hertina bukanlah insiden pertama di mana warga sipil tak bersalah menjadi korban kekejaman KKB di Papua.
Dalam beberapa tahun terakhir, pola serangan yang dilakukan oleh kelompok separatis bersenjata semakin brutal dan tidak terarah.
Mereka tidak hanya menyasar aparat keamanan, tetapi juga warga sipil, guru, tenaga kesehatan, hingga anak-anak.
Wilayah Intan Jaya, tempat insiden ini terjadi, telah menjadi salah satu titik panas konflik bersenjata di Papua sejak 2020.
Berdasarkan data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan laporan dari sejumlah lembaga HAM, wilayah ini mengalami peningkatan signifikan dalam eskalasi kekerasan, terutama sejak OPM memperkuat kehadirannya di wilayah pegunungan tengah Papua.
Kekerasan yang dilakukan KKB tidak hanya berbentuk serangan bersenjata, tetapi juga kampanye disinformasi yang masif melalui media sosial dan kanal-kanal propaganda asing.
Salah satu taktik utamanya adalah menuduh TNI atau Polri sebagai pelaku kekerasan, bahkan ketika bukti lapangan menunjukkan sebaliknya.
Strategi ini dirancang untuk memanipulasi opini publik, khususnya di luar negeri, dan menarik simpati terhadap gerakan separatis.
Kepada media, aparat keamanan telah berulang kali menunjukkan bahwa KKB memanfaatkan warga yang paling rentan seperti ODGJ, orang tua, dan perempuan, baik sebagai tameng hidup maupun sasaran kekerasan.
Dalam konteks ini, Mama Hertina adalah simbol dari rentannya posisi warga sipil dalam pusaran konflik yang dipelihara oleh kelompok separatis.
Lebih jauh, pemerintah Indonesia telah menetapkan KKB Papua sebagai organisasi teroris sejak Mei 2021, menyusul rentetan aksi pembantaian terhadap guru, tenaga kesehatan, hingga pembakaran sekolah dan fasilitas publik.